Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Puisinya Shindy - Secercah Harapan

Saat ini, Aku tengah merenungi kisah lampau. Bagiku ini waktu yg tepat. Dimana semua orang telah terlelap dan memasuki alam bawah sadarnya. Gemerlapnya malam dan angin yg semilir berhembus, Tidaklah menakutiku. Aku.. Aku senang. Untuk pertama kalinya aku merasakan kenyataan dr kata "hasil tidak pernah mengkhianati usaha".

Puisinya Shindy - Hati dan Logika

Kadang hati dan logika tak beriringan dikala emosi bergejolak. Emosi bukan berarti kemarahan. Namun bukan juga berari dg kedamaian. Orang bilang cinta itu buta. Hati dapat mengalahkan logika. Semua terasa nyata dan mungkin terjadi. Jarak tak lagi jadi masalah. Dunia serasa milik berdua. Tapi sayang, cintamu hanya sebatas logika saja...

Puisinya Shindy - Pengecut

Mentari di ufuk timur mempertontonkan keindahannya. Deburan ombar yang saling menari memperlihatkan kekuatannya. Bahkan, semilir angin yang bersahutan pun menampilkan kedamaiannya. Sedangkan sosok ini hanya dapat bisa menikmatinya. Ia tidak dapat menunjukkan wajahnya.. Bukan. Tapi ia tidak berani. Tidak cukup punya keberanian utk menatap kenyataan ini... Pahit....... P.s. Untuk Kartini Bahrun sesuai request-annya dibikinin caption di fotonya heuheue, udah ya kartt 😜

Puisinya Shindy - Terlambat

Deru mesin menyadarkanku dr situasi ini. Ku tatap irisnya yg menyimpan sejuta pesan. Hingga mentari disingkirkan oleh bulan pun ia tak jua bicara. Ku menunggu.. Menanti kata apa yg akan ia lontarkan... Ku tersadar bahwa aku telah terlambat. Ketika ia mengarahkan tumitnya ke lain arah..

Puisinya Shindy - Hampa

Detak jarum berdetak konstan. Jangkrik saling bertegur sapa. Rintik hujan bergantian turun. Namun sayang, bulan dan bintang tidak hadir. Secara perlahan menyadarkanku. Bahwa kesendirianku itu, nyata. Tak ku rasa lagi sepi. Namun, kekosongan ini semakin menyeruak.

Puisinya Shindy - Titik Ketenangan

Deburan ombak yang bersenandung. Ditemani lilin yang bergoyang. Disuguhi taburan bintang-bintang. Tuhan, sungguh tak terhingga nikmat-Mu. Ku torehkan setetes tinta di lembar secercah cahaya. Ku serap seluruh elemen energi dunia. Ku tuangkan segenggam ide pada gelapnya desa. Tuk buktikan melimpahnya nikmat-Mu. Tenang, itu yang ku rasakan. Terbebas dari kegaduhan ibu kota. Terlepasnya belenggu kewajiban. Ku babat habis ketenangan. (Posted by: http://www.wartaiainpontianak.com/2017/01/13/titik-titik-ketenangan/)